Engkau yang terelok di antara anak-anak manusia, kemurahan
tercurah pada bibirmu, sebab itu Allah telah memberkati engkau untuk
selama-lamanya. – Mazmur 45:3
Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan
hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap
orang. – Kolose 4:6
Dalam dua
renungan kita sebelumnya, kita melihat bagaimana Yesus menjadi contoh dari dua
hal. Pertama, Ia memberikan teladan bahwa penderitaan mempersiapkan kita untuk
menerima kelimpahan kasih karunia Allah di dalam hidup kita. Kedua, Ia
memberikan contoh mengenai hubungan antara kasih karunia Allah dan pertumbuhan
kerohanian kita. Sekarang kita akan melihat teladan Yesus mengenai kasih
karunia bagi perkataan kita.
Beberapa abad
sebelum Yesus datang ke dunia ini, pemazmur menubuatkan kata-kata kasih karunia
yang akan mengalir dari Yesus sang Mesias. “Engkau yang
terelok di antara anak-anak manusia, kemurahan tercurah pada bibirmu.” Kasih
karunia Allah yang menuntun kata-kata yang keluar dari mulut Yesus, membuat perkataan-Nya
lebih mulia dari pada orang-orang yang lain. Mereka yang mendengar Dia ketika
Ia melayani di bumi bersaksi mengenai kebenaran itu. “Dan
semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang
diucapkan-Nya” (Luk 4:22). Salah satu hal yang istimewa dari
perkataan Yesus adalah adanya kuasa yang mengikuti perkataan-Nya. “Kemudian Yesus pergi ke Kapernaum, sebuah kota di
Galilea, lalu mengajar di situ pada hari-hari Sabat. Mereka takjub mendengar
pengajaran-Nya, sebab perkataan-Nya penuh kuasa” (Luk 4:31-32). Pada
satu titik dalam pelayanan-Nya, para pemimpin agama Yahudi memerintahkan
pengawal Bait Suci untuk menangkap Yesus, tetapi mereka kembali tanpa hasil. “Maka penjaga-penjaga itu pergi kepada imam-imam
kepala dan orang-orang Farisi, yang berkata kepada mereka: "Mengapa kamu
tidak membawa-Nya?" Jawab penjaga-penjaga itu: "Belum pernah seorang
manusia berkata seperti orang itu!"” (Yoh 7:45-46).
Tuhan ingin agar
kasih karunia yang sama ini menuntun perkataan kita. “Hendaklah
kata-katamu senantiasa penuh kasih.” Ketika dengan rendah hati kita
mengizinkan Tuhan untuk membanjiri perkataan kita dengan kasih karunia-Nya,
kata-kata kita akan dipengaruhi secara ilahi, tidak hambar. Kasih karunia-Nya
juga akan memberikan hikmat ilahi kepada perkataan kita: “sehingga
kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang.”
Artinya perkataan kita akan membangun dan memberkati orang lain, karena adanya
aliran kasih karunia ke dalam hidup mereka. “Janganlah ada
perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk
membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih
karunia” (Ef 4:29).
Tuhan Yesus, aku ingin berkata-kata seperti Engkau
berkata-kata – penuh dengan kasih karunia Allah. Ampuni aku untuk banyak
perkataanku yang keluar dari hikmat manusia dan kepentingan diri sendiri.
Dengan rendah hati aku mohon agar Engkau menuntun perkataanku dengan kebenaran sorgawi
dan kebijaksaan ilahi. Aku rindu untuk membimbing dan memberkati orang lain
dengan kasih karunia. Di dalam nama-Mu yang kudus, Amin.
___
Ayo Baca
Alkitab: 29 November - Surat Korintus yang Kedua (2)
No comments:
Post a Comment