31 October 2014

31 Oktober – Oleh Iman Orang Tua Musa Melakukan Tindakan Yang Berani

Karena iman maka Musa, setelah ia lahir, disembunyikan selama tiga bulan oleh orang tuanya, karena mereka melihat, bahwa anak itu elok rupanya dan mereka tidak takut akan perintah raja. – Ibrani 11:23

Renungan kita hari ini mengilustrasikan akibat jangka panjang dari berjalan dalam iman. Ketakutan adalah salah satu ancaman paling besar terhadap kehidupan dalam Tuhan. Iman kepada Allah akan mengakibatkan keberanian yang diperlukan untuk mengatasi ketakutan. Orang tua musa adalah teladan luar biasa dari keberanian dalam iman.

Orang tua musa, “Amram ... Yokhebed” (Kel 6:19), menghadapi sebuah dilema yang mengerikan. Yokhebed baru saja melahirkan Musa. Sementara itu, Firaun, yang khawatir terhadap pesatnya jumlah populasi budak, memerintahkan agar semua anak orang Yahudi yang baru lahir untuk dibunuh. “Raja Mesir juga memerintahkan kepada bidan-bidan yang menolong perempuan Ibrani, seorang bernama Sifra dan yang lain bernama Pua, katanya: "Apabila kamu menolong perempuan Ibrani pada waktu bersalin, kamu harus memperhatikan waktu anak itu lahir: jika anak laki-laki, kamu harus membunuhnya, tetapi jika anak perempuan, bolehlah ia hidup"” (Kel 1:15-16). Namun, para bidan itu memiliki iman kepada Allah dan membiarkan anak-anak laki-laki orang Yahudi tetap hidup. “Tetapi bidan-bidan itu takut akan Allah dan tidak melakukan seperti yang dikatakan raja Mesir kepada mereka, dan membiarkan bayi-bayi itu hidup” (Kel 1:17).

Orang tua Musa juga memiliki iman yang berani kepada Allah. “Karena iman maka Musa, setelah ia lahir, disembunyikan selama tiga bulan oleh orang tuanya... dan mereka tidak takut akan perintah raja.” Namun, bayi mereka masih dalam bahaya, karena Firaun juga memerintahkan orang Mesir untuk membunuh setiap bayi laki-laki Yahudi yang mereka temukan. “Lalu Firaun memberi perintah kepada seluruh rakyatnya: "Lemparkanlah segala anak laki-laki yang lahir bagi orang Ibrani ke dalam sungai Nil"” (Kel 1:22). Ketika mereka tidak dapat lagi menyembunyikan Musa, Yokhebed menaruhnya di dalam sebuah keranjang, dan diletakan di tempat di mana Musa dapat diselamatkan. “Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya lebih lama lagi, sebab itu diambilnya sebuah peti pandan, dipakalnya dengan gala-gala dan ter, diletakkannya bayi itu di dalamnya dan ditaruhnya peti itu di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil” (Kel 2:3). Tuhan menghargai keberanian iman dari orang tua Musa dan membuat puteri dari Firaun menemukan keranjang Musa yang terapung di sungai dan menimbulkan belas kasihan dalam hatinya. “Ketika dibukanya, dilihatnya bayi itu, dan tampaklah anak itu menangis, sehingga belas kasihanlah ia kepadanya” (Kel 2:6).

Orang tua Musa dengan berani mempertaruhkan nyawa mereka agar mereka dapat melakukan apa yang menyenangkan hati Tuhan. Tindakan mereka berdasarkan iman mereka kepada Tuhan. Jika diperlukan, kitapun dapat bertindak dengan berani, jika kita mau mengandalkan tuhan. “Kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?” (Mzm 56:12).

Ya Allah yang setia, ketika aku diintimidasi dengan ancaman, ingatkanlah aku akan kesetiaan-Mu kepada orang tua dari Musa, supaya aku juga dapat memiliki keberanian untuk melakukan apa yang berkenan kepada-Mu, melalui Kristus, Tuhanku, Amin.
___    

30 October 2014

30 Oktober – Oleh Iman Yusuf Memandang Masa Depan

Karena iman maka Yusuf menjelang matinya memberitakan tentang keluarnya orang-orang Israel dan memberi pesan tentang tulang-belulangnya. – Ibrani 11:22
Ketika Yusuf memberi pesan kepada keluarganya bahwa suatu saat ia akan dikuburkan di tanah perjanjian, ia memandang masa depan dengan iman.

Perjalanan Yusuf hingga menjadi pemimpin di Mesir ditandai dengan pergumulan dan kemenangan yang datang silih berganti. Kakak-kakaknya mengkhianati dia dan menjual dia menjadi budak. “Ketika ada saudagar-saudagar Midian lewat, Yusuf diangkat ke atas dari dalam sumur itu, kemudian dijual kepada orang Ismael itu dengan harga dua puluh syikal perak. Lalu Yusuf dibawa mereka ke Mesir” (Kej 37:28). Kemudian, Yusuf mendapat berkat ketika ia dibeli oleh seorang Mesir bernama Potifar yang merawat dan mempekerjakan Yusuf di rumahnya. “Setelah dilihat oleh tuannya, bahwa Yusuf disertai TUHAN dan bahwa TUHAN membuat berhasil segala sesuatu yang dikerjakannya, maka Yusuf mendapat kasih tuannya, dan ia boleh melayani dia; kepada Yusuf diberikannya kuasa atas rumahnya dan segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf” (Kej 39:3-4).

Namun, datang pergumulan yang lain. Yusuf dimasukan ke dalam penjara karena fitnah istri Potifar, yang membenci Yusuf karena menolak untuk berselingkuh dengan dia. “Dipanggilnyalah seisi rumah itu, lalu katanya kepada mereka: "Lihat, dibawanya ke mari seorang Ibrani, supaya orang ini dapat mempermainkan kita. Orang ini mendekati aku untuk tidur dengan aku, tetapi aku berteriak-teriak dengan suara keras" … Lalu Yusuf ditangkap oleh tuannya dan dimasukkan ke dalam penjara, tempat tahanan-tahanan raja dikurung. Demikianlah Yusuf dipenjarakan di sana” (Kej 39:14, 20). Namun berkat-berkat kembali datang ketika Tuhan membuat Yusuf disukai oleh kepala penjara. “Sebab itu kepala penjara mempercayakan semua tahanan dalam penjara itu kepada Yusuf, dan segala pekerjaan yang harus dilakukan di situ, dialah yang mengurusnya. Dan kepala penjara tidak mencampuri segala yang dipercayakannya kepada Yusuf, karena TUHAN menyertai dia dan apa yang dikerjakannya dibuat TUHAN berhasil” (Kej 39:22-23). Namun sekali lagi sebuah pergumulan harus dialami oleh Yusuf ketika pelayan Firaun melupakan jasa-jasa Yusuf ketika mereka berada di penjara. “Tetapi Yusuf tidaklah diingat oleh kepala juru minuman itu, melainkan dilupakannya. Setelah lewat dua tahun lamanya, bermimpilah Firaun” (Kej 40:23 – 41:1). Dua tahun kemudian, sesudah Yusuf menafsirkan mimpi Firaun, ia diberikan kedudukan dan kekuasaan yang tinggi di Mesir. “Engkaulah menjadi kuasa atas istanaku, dan kepada perintahmu seluruh rakyatku akan taat; hanya takhta inilah kelebihanku dari padamu” (Kej 41:40).

Adalah karena iman kepada Allah yang membuat Yusuf bertahan dan membawanya ke tempat yang Tuhan inginkan. Namun, ayat renungan kita hari ini memperlihatkan bahwa keinginan dasar Yusuf bukanlah kelimpahan atau kemajuan dirinya sendiri. Yusuf memiliki hati yang melekat kepada rencana dan tujuan Allah. Ketika ia memandang masa depan, ia yakin bahwa suatu saat, Tuhan akan membawa umat-Nya kembali ke tanah perjanjian. Ia meminta agar jasadnya suatu saat akan dikuburkan di tanah perjanjian ketika ia menyatakan imannya kepada janji-janji Tuhan. “Tentu Allah akan memperhatikan kamu; pada waktu itu kamu harus membawa tulang-tulangku dari sini” (Kej 50:25).

Allah yang kekal, ketika aku menghadapi pergumulan dan berkat yang datang silih berganti dalam hidup ku, tolong aku untuk memandang masa depan dengan iman. Ingatkan aku bahwa tujuan-Mu yang abadi dapat menuntun dan membentuk aku melalui situasi ini. Di dalam nama Tuhan Yesus Kristus, Amin.
___    

29 October 2014

29 Oktober – Oleh Iman Ishak Dan Yakub Memandang Masa Depan

Karena iman maka Ishak, sambil memandang jauh ke depan, memberikan berkatnya kepada Yakub dan Esau. Karena iman maka Yakub, ketika hampir waktunya akan mati, memberkati kedua anak Yusuf. – Ibrani 11:20-21

Ketika menyatakan sebuah nubuat berkat bagi keturunannya, Ishak dan Yakub menjadi teladan orang-orang yang memandang masa depan dengan iman.

Teladan yang pertama, Ishak, sebenarnya terjadi pada saat ia ditipu oleh salah seorang anaknya sendiri. Ishak berniat untuk memberkati anak sulungnya, Esau. “Ketika Ishak sudah tua, dan matanya telah kabur, sehingga ia tidak dapat melihat lagi, dipanggilnyalah Esau, anak sulungnya, serta berkata kepadanya:… olahlah bagiku makanan yang enak, seperti yang kugemari, sesudah itu bawalah kepadaku, supaya kumakan, agar aku memberkati engkau, sebelum aku mati” (Kej 27:1,4). Yakub, yang namanya berarti “penipu,” menyamar menjadi seperti kakaknya dan menipu ayahnya, berusaha untuk mencuri berkat tersebut. “Kata Yakub kepada ayahnya: "Akulah Esau, anak sulungmu. Telah kulakukan, seperti yang bapa katakan kepadaku. Bangunlah, duduklah dan makanlah daging buruan masakanku ini, agar bapa memberkati aku" (Kej 27:19). “Jadi Ishak tidak mengenal dia, karena tangannya berbulu seperti tangan Esau, kakaknya. Ishak hendak memberkati dia” (Kej 27:23). Ketika kemudian Ishak mengetahui tentang penipuan itu, Ishak tidak mencabut berkat tersebut. Tuhan menyatakan bahwa hal tersebut terjadi karena iman kepada rencana Allah.

Teladan yang kedua, Yakub, juga terjadi dalam situasi yang tidak biasa. Anak dari Yakub, yaitu Yusuf, membawa kedua cucunya, Efraim dan Manasye, kepada Yakub untuk diberkati. “Adapun mata Israel telah kabur karena tuanya, jadi ia tidak dapat lagi melihat. Kemudian Yusuf mendekatkan mereka kepada ayahnya: dan mereka dicium serta didekap oleh ayahnya” (Kej 48:10). Yusuf membawa Efraim, anak yang bungsu, mendekat kepada tangan kiri Yakub dan Manasye, anak yang sulung, mendekat kepada tangan kanan Yakub. Namun, Yakub menyilangkan tangannya sehingga menukar berkat yang utama. “Katanya kepada ayahnya: "Janganlah demikian, ayahku, sebab inilah yang sulung, letakkanlah tangan kananmu ke atas kepalanya." Tetapi ayahnya menolak, katanya: "Aku tahu, anakku, aku tahu; ia juga akan menjadi suatu bangsa dan ia juga akan menjadi besar kuasanya; walaupun begitu, adiknya akan lebih besar kuasanya dari padanya” (Kej 48:18-19).

Kedua tindakan ini sepertinya tidak terlalu penting bagi kita. Tetapi, Tuhan mencatatnya sebagai langkah iman yang berarti bagi Dia. Berkat-berkat ini mencerminkan aspek kedaulatan rencana Allah, walaupun bertentangan dengan kebiasaan dan menggunakan cara-cara yang tidak wajar.

Ya Allah yang berkuasa, aku menundukkan diri dalam iman kepada rencana dan tujuan-Mu yang sempurna. Aku dihibur oleh kenyataan bahwa kehendak-Mu tidak dapat digagalkan oleh ketidak wajaran ataupun oleh tradisi dan kebiasaan. Ajar aku untuk memandangk masa depan dalam iman kepada kebijaksanaan dan kedaulatan-Mu, Amin.
___    

28 October 2014

28 Oktober – Oleh Iman Abraham Sabar Menantikan Pengharapan Sorgawi (2)

Dan kalau sekiranya dalam hal itu mereka ingat akan tanah asal, yang telah mereka tinggalkan, maka mereka cukup mempunyai kesempatan untuk pulang ke situ. Tetapi sekarang mereka merindukan tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi. Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah mereka, karena Ia telah mempersiapkan sebuah kota bagi mereka. – Ibrani 11:15-16

Abraham dan keluarganya tinggal sebagai “orang asing dan pendatang di bumi ini” (Ibr 11:13). Ia hidup dengan taat sebagai orang asing di bumi ini, mengandalkan Tuhan untuk memimpin hidupnya. Abraham juga hidup dengan sabar sebagai orang yang melakukan perjalanan sorgawi, mengandalkan Tuhan untuk memipin hidupnya agar tiba di tanah air yang kekal yang tersedia bagi semua orang yang memiliki iman yang menyelamatkan kepada Allah. Kita memiliki panggilan yang serupa dari Tuhan. “Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa” (1 Pet 2:11).

Abraham mengerti bahwa secara rohani ia juga sebagai orang asing dan dalam perjalanan sorgawi, sehingga ia harus menjauhkan diri dari keinginan- keinginan duniawi yang dapat melemahkan imannya. “Dan kalau sekiranya dalam hal itu mereka ingat akan tanah asal, yang telah mereka tinggalkan, maka mereka cukup mempunyai kesempatan untuk pulang ke situ.” Abraham dan keturunannya mengalami banyak ujian dan cobaan sepanjang perjalanan mereka bersama Tuhan. Jika mereka memusatkan perhatian mereka kepada negeri yang mereka tinggalkan, mereka pasti akan tergoda untuk kembali ke sana. Musuh rohani kita juga berusaha menjebak kita untuk kembali ke dunia yang sudah kita tinggalkan: “Kamu dahulu… hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa” (Ef 2:1-2). Semua orang rentan terhadap serangan tersebut. Bahkan salah satu rekan pelayanan Paulus jatuh ke dalam godaan ini. “Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku” (2 Tim 4:10). Oleh karena itu, Tuhan memperingatkan kita untuk menjauhi segala toleransi dengan keinginan duniawi. “Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu” (1 Yoh 2:15).

Sebaliknya, kita harus memiliki kerinduan seperti Abraham dan keturunannya. “Tetapi sekarang mereka merindukan tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air sorgawi.” Walaupun tanah perjanjian suatu saat akan mereka warisi, mereka merindukan tanah air yang sebenarnya di sorga nanti. Iman yang tertuju kepada sorga inilah yang berkenan kepada Tuhan. “Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah mereka, karena Ia telah mempersiapkan sebuah kota bagi mereka.” Dalam kota sorgawi ini, “kota Allah yang hidup” (Ibr 12:2), kita akan tinggal dalam hadirat dan kemuliaan Tuhan untuk selama-lamanya.

Ya Allah, satu-satunya Allah yang benar dan yang hidup, aku menyesali saat-saat di mana dunia sudah menarik perhatianku menjauh dari tanah air sorgawiku. Aku berseru kepada-Mu, tambatkan hatiku kepada tanah air sorgawi, supaya aku menyenangkan Engkau dalam perjalananku di bumi ini, Amin.
___    

27 October 2014

27 Oktober – Oleh Iman Abraham Sabar Menantikan Pengharapan Sorgawi (1)

Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini. Sebab mereka yang berkata demikian menyatakan, bahwa mereka dengan rindu mencari suatu tanah air. – Ibrani 11:13-14

Sekarang kita akan melihat bagaimana dalam iman Abraham dengan sabar menantikan pengharapan Sorgawi. Kesaksiannya yang lalu ditutup dengan kalimat berikut: “Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah” (Ibr 11:10). Dalam bagian awal dari kesaksian ini, ada dua hal yang menjadi tema: “Bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini.” Orang asing adalah mereka yang bukan berasal dari daerah yang dimaksud. Pendatang adalah mereka yang sedang ada dalam perjalan menuju suatu tujuan.

Abraham dan keluarganya, yaitu Sarah, Ishak dan Yakub, dijanjikan oleh Tuhan suatu tanah yang berlimpah susu dan madu. “Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu.” Mereka semua tidak secara pribadi mengalami mendapatkan tanah perjanjian sebagai milik mereka. Namun, ketika mereka hidup, mereka sudah mendapatkan jaminan bahwa Allah akan memenuhi janji-Nya. “Tetapi yang hanya dari jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya.” Mereka sungguh-sungguh percaya dengan yakin bahwa suatu saat Tuhan akan menggenapi janji-Nya kepada keturunan mereka. Sementara itu, mereka menerima bahwa bagi mereka cukup untuk hidup sebagai orang asing dan pendatang di bumi ini, sambil menantikan bumi yang kekal di masa yang akan datang. “Dan yang mengakui, bahwa mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini.”

Aspek perjalanan Abraham dan keluarganya sebagai pendatang di negeri tersebut mendapat perhatian khusus dalam ayat renungan kita hari ini. “Sebab mereka yang berkata demikian menyatakan, bahwa mereka dengan rindu mencari suatu tanah air.” Sejalan dengan berlalunya waktu, sementara tanah yang dijanjikan belum diberikan kepada mereka, hati mereka rindu untuk suatu tanah air yang sejati, yang kekal. Tuhan ingin agar kita memiliki hati sebagai seorang pendatang yang melakukan perjalanan rohani menuju sorga. “Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa” (1 Pet 2:11). Tuhan ingin agar setiap hari kita senantiasa berjalan menuju sorga, menolak keinginan-keinginan duniawi yang dapat melemahkan iman kita.

Ya Allah Bapa, Engkau sudah menggenapi banyak sekali janji dalam hidup ku di bumi ini. Aku memuji Engkau dan bersyukur untuk kasih setia-Mu. Namun, hatiku rindu akan sorga. Oleh karena itu, aku akan terus berjalan sebagai pendatang, menuju tanah air ku yang di sorga, Amin.
___    

26 October 2014

26 Oktober – Oleh Iman Abraham Taat Dalam Perjalanannya Di Dunia

Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui. Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing dan di situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan Yakub, yang turut menjadi ahli waris janji yang satu itu. Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah. – Ibrani 11:8-10

Abraham adalah teladan yang paling menarik dalam mempelajari bagaimana kita bisa berjalan dalam iman. Salah satu pelajaran dari kehidupan Abraham adalah bagaimana iman kepada Allah membuat kita sanggup meninggalkan situasi yang sudah kita kenal, mengikut Tuhan untuk masuk ke dalam situasi yang baru dan tidak kita kenal. Lebih dari itu, teladan Abraham memperlihatkan kepada kita bagaimana kita menghadapi seluruh perjalanan kehidupan kita di bumi ini. Kita dapat melihat semuanya ini dalam ketaatan Abraham dalam perjalanannya di dunia ini dalam iman.

Tuhan memanggil Abraham untuk meninggalkan tanah airnya dan mengikuti Tuhan ke tanah yang baru yang akan Tuhan berikan kepadanya. “Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: "Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu"” (Kej 12:1). Abraham mentaati perintah Tuhan dengan melangkah ke dalam sebuah perubahan yang sangat besar. “Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya.” Ia percaya kepada pimpinan Allah, walaupun ia tidak mengetahui kemana ia akan pergi. “Lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui.” Ketika ia tiba di tanah yang dijanjikan tersebut, ia juga harus melangkah dalam iman untuk dapat tinggal di sana sebagai orang asing. “Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing.” Kemudian tahun demi tahun ia harus tinggal dari satu perkemahan ke perkemahan lain bersama anak dan cucunya, yang juga merupakan ahli waris dari tanah tersebut: “di situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan Yakub, yang turut menjadi ahli waris janji yang satu itu.”

Ada saatnya ketika Tuhan memanggil kita untuk taat kepada-Nya dan memasuki suatu perubahan yang besar. Hanya kepercayaan kita kepada Allah, seperti Abraham, yang dapat membuat kita tetap bertahan. Sesungguhnya, walaupun situasi di sekitar kita berubah atau tetap sama, kita harus menghadapi kehidupan ini seperti Abraham, yaitu dalam iman. Dunia ini sudah dijanjikan untuk diberikan kepada anak-anak Allah suatu saat nanti. 
“Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi” (Mat 5:5). Sampai saatnya nanti Tuhan menggenapi janji-Nya itu, kita harus tinggal di dunia ini sebagai pendatang, kita ada di dunia ini, tetapi bukan dari dunia ini. Berjalan bersama Allah dan semakin mengenal Dia. Sementara itu, seperti Abraham, kita menunggu dengan iman untuk datangnya kota kekal yang bukan buatan manusia. Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah.”

Ya Allah Abraham, aku ingin mengandalkan Engkau waktu aku menghadapi perubahan dalam hidup ini, seperti Abraham. Saat aku tinggal di dunia ini, aku memandang kepada Mu untuk memelihara aku dan memakai aku sebagai alat-Mu – sementara aku menantikan kedatangan-Mu kembali, amin.
___    

25 October 2014

25 Oktober – Oleh Iman Nuh Membuat Bahtera

Karena iman, maka Nuh--dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan--dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya. – Ibrani 11:7

Ada saatnya di mana Tuhan meminta umat-Nya untuk melakukan perintah-Nya yang seolah-olah tidak masuk akal sama sekali. Mungkin suatu pekerjaan yang tidak pernah dilakukan sebelumnya. Mungkin sebuah persiapan untuk menghadapi suatu situasi yang tidak pernah ditemui sebelumnya. Salah satu contoh yang paling menakjubkan dari hal ini adalah kisah mengenai bagaimana Nuh membangun bahtera, dengan iman. Teladannya begitu mendalam baik mengenai situasi yang dihadapinya, maupun tindakan iman yang dilakukan oleh Nuh.

Latar belakang dari kisah tersebut adalah kejahatan manusia yang sudah luar biasa. “Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata” (Kej 6:5). Sebuah air bah menjadi hukuman yang setimpal bagi manusia. “Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi” (Kej 6:7). “Sebab sesungguhnya Aku akan mendatangkan air bah meliputi bumi” (Kej 6:17). Nuh adalah seorang yang saleh yang hidup dalam persekutuan yang erat dengan Tuhan. Karena kasih karunia, ia akan diselamatkan dari air bah tersebut. “Tetapi Nuh mendapat kasih karunia di mata TUHAN... Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah” (Kej 6:8-9).

Untuk membuat sebuah bahtera yang dapat mengatasi air bah tersebut pasti terlihat aneh di tengah-tengah dunia yang tidak pernah mengalami hal tersebut sebelumnya. Namun demikian, Nuh menerima perintah ilahi tersebut dengan sepenuh hati, walaupun ia sendiri belum pernah melihat bagaimana bentuk hukuman Tuhan tersebut. “Karena iman, maka Nuh--dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan--dengan taat mempersiapkan bahtera.” Ketaatan Nuh dimotivasi oleh sebuah rasa hormat yang kudus kepada Allah pencipta alam semesta.

Akibat dari pekerjaan imannya itu sangatlah luas. Keluarganya diselamatkan: “mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya.” Oleh karena kesalehan iman Nuh, semua manusia lainnya dihukum oleh karena kejahatan dan ketidak percayaan mereka: “dan karena iman itu ia menghukum dunia.” Nuh sendiri terhitung diantara mereka yang menerima pembenaran dari Allah karena iman mereka kepada-Nya: “dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya.” Lebih dari itu, Nuh menjadi peringatan mengenai persiapan menjelang kedatangan Tuhan. “Sebab sebagaimana halnya pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan Anak Manusia” (Mat 24:37).

Ya Tuhan, ajarlah aku untuk bertindak berdasarkan iman, seperti Nuh, setiap saat Engkau memanggil aku untuk menjalankan sebuah tugas yang besar. Dan saat hukuman semakin mendekati dunia yang semakin jahat ini, tolong aku untuk memberitakan Kristus sebagai bahtera keselamatan, sementara kami menantikan kedatangan-Nya kembali, Amin.
___    

24 October 2014

24 Oktober – Oleh Iman Henokh Hidup Berkenan Kepada Allah (2)

Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian... Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada Allah. Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia. – Ibrani 11:5-6

Sebelum Henokh diangkat ke sorga, ia berjalan dalam perkenanan Tuhan. Iman Henokh kepada Tuhan menyenangkan Tuhan. “Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada Allah. Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah.” Kita harus memiliki kerinduan untuk senantiasa berkenan di hadapan Allah.

Banyak orang menyia-nyiakan hidupnya dengan menyenangkan diri sendiri. Hidup mereka penuh dengan memuaskan diri sendiri. “Yang jatuh dalam semak duri ialah orang yang telah mendengar firman itu, dan dalam pertumbuhan selanjutnya mereka terhimpit oleh kekuatiran dan kekayaan dan kenikmatan hidup, sehingga mereka tidak menghasilkan buah yang matang” (Luk 8:14). Mereka mengabaikan kebenaran bahwa menyenangkan diri sendiri tidak akan dapat menghasilkan pertumbuhan rohani dan keserupaan dengan Kristus. “Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri” (Rom 15:1). “Karena Kristus juga tidak mencari kesenangan-Nya sendiri” (Rom 15:3). Sementara banyak orang juga terikat kepada menyenangkan orang lain. Inilah salah satu penyebab kejatuhan Raja Saul. “Berkatalah Saul kepada Samuel: "Aku telah berdosa, sebab telah kulangkahi titah TUHAN dan perkataanmu; tetapi aku takut kepada rakyat, karena itu aku mengabulkan permintaan mereka"” (1 Sam 15:24). Kita tidak dapat menyenangkan semua orang dan melayani Tuhan sekaligus. “Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus” (Gal 1:10).

Kita diciptakan untuk hidup berkenan kepada Allah. Hal ini tidak dapat dilakukan diluar iman. “Tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah.” Datang kepada Allah dengan cara yang Alkitabiah dimulai dengan keyakinan bahwa Allah ada. “Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada.” Demikian pula, iman yang berkenan kepada Allah berarti menantikan berkat kasih karunia Allah kepada mereka yang sungguh-sungguh mencari wajah-Nya. “Dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.” Walaupun memang banyak sekali berkat yang datang sebagai akibat dari mencari Dia, namun berkat yang paling mulia adalah Tuhan itu sendiri. Tuhan berkata kepada Abraham. “Kemudian datanglah firman TUHAN kepada Abram dalam suatu penglihatan: "Janganlah takut, Abram, Akulah perisaimu; upahmu akan sangat besar"” (Kej 15:1).

Allah yang Maha Kuasa, sering kali aku berusaha untuk menyenangkan diriku sendiri, maupun menyenangkan orang lain. Aku bersyukur untuk kesabaran dan pengampunan-Mu. Sekarang hatiku rindu untuk menyenangkan Engkau dalam segala hal. Dengan iman aku tahu bahwa Engkau ada. Dengan iman aku menantikan berkat yang mulia yaitu mengenal Engkau lebih lagi, di dalam nama Yesus, Amin.
___    

23 October 2014

23 Oktober – Oleh Iman Henokh Hidup Berkenan Kepada Allah (1)

Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya. Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada Allah. Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. – Ibrani 11:5-6

Allah menghendaki agar kita belajar untuk hidup sesuai dengan kehendaknya: “Sehingga hidupmu layak di hadapan-Nya serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal” (Kol 1:10). Sekali lagi, kehidupan yang seperti ini hanya dapat berjalan dengan iman. Ada pelajaran yang sangat menolong kita saat kita melihat kehidupan Henokh yang berkenan kepada Allah, karena iman.

Henokh adalah salah satu nenek moyang kita dalam iman. “Setelah Henokh hidup enam puluh lima tahun, ia memperanakkan Metusalah” (Kej 5:21). Setelah kelahiran Metusalah, yang merupakan manusia dengan umur paling panjang, 969 tahun, Henokh memulai perjalanan hidup selama 300 tahun dalam persekutuan yang intim dengan Allah. “Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah selama tiga ratus tahun lagi, setelah ia memperanakkan Metusalah” (Kej 5:22). Setelah tiga abad dalam keintiman rohani, Henokh diangkat ke sorga tanpa mengalami kematian. “Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah” (Kej 5:24). Keintiman Henokh dengan  Allah dan pengangkatannya adalah karena ia hidup mengandalkan Allah. “Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya. Sebab sebelum ia terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada Allah.” Tentunya, yang membuat Allah begitu berkenan kepada Henokh adalah kepercayaannya kepada Allah. “Tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah.”

Kehidupan Henokh adalah teladan yang sangat baik mengenai berjalan bersama Allah dalam iman di bumi sekarang dan berjalan masuk ke dalam hadirat Allah di sorga nanti. Banyak orang percaya yang akan mengalami hal ini, seperti Henokh, tidak mengalami kematian. “Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit; sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan” (1 Tes 4:16-17). Orang percaya yang lain mungkin mengalami kematian, tetapi mereka tetap akan ada dalam hadirat Tuhan di sorga karena kehidupan mereka di bumi ada di dalam iman kepada Allah. “Tetapi aku tetap di dekat-Mu; Engkau memegang tangan kananku. Dengan nasihat-Mu Engkau menuntun aku, dan kemudian Engkau mengangkat aku ke dalam kemuliaan” (Mzm 73:23-24).

Ya Allah pencipta langit dan bumi, aku ingin berkenan di hadapan-Mu dengan hidup dalam iman di bumi ini sekarang. Tolong aku untuk berjalan dekat dengan-Mu dari hari ke hari sepanjang hidupku. Aku menantikan hari di mana aku akan selama-lamanya dalam hadirat-Mu yang mulia di sorga nanti, Amin.
___    

22 October 2014

22 Oktober – Oleh Iman Korban Abel Diterima

Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik dari pada korban Kain. Dengan jalan itu ia memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar, karena Allah berkenan akan persembahannya itu dan karena iman ia masih berbicara, sesudah ia mati. – Ibrani 11:4

Tuhan ingin agar manusia menjadi penyembah dalam roh kepada Dia. “Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian” (Yoh 4:23). Hal ini hanya dapat terjadi melalui iman kepada Allah. Salah satu contoh adalah diterimanya persembahan korban Habel oleh iman.

Kain dan Habel adalah dua anak-anak Adam dan Hawa. Tiba saatnya mereka berdua mempersembahkan korban kepada Allah. “Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan; Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya” (Kej 4:3-4). Korban Kain ditolak oleh Tuhan, sementara korban Habel diterima. “Maka TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu, tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya” (Kej 4:4-5). Ayat renungan kita hari ini menuliskan alasan mengapa persembahan Habel diterima oleh Tuhan. “Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah korban yang lebih baik dari pada korban Kain.” Korban Habel dipersembahkan dengan iman, yaitu hati yang mengandalkan Allah dan percaya kepada jalan-jalan-Nya. “Korban orang fasik adalah kekejian bagi TUHAN... tetapi siapa mengejar kebenaran, dikasihi-Nya” (Ams 15:8-9). Ketika Allah menerima korban Habel, Allah menyatakan bahwa Habel benar dihadapan-Nya: “Dengan jalan itu ia memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar.” Alkitab juga mencatat bahwa Kain adalah orang yang tidak percaya sedangkan Habel berjalan dalam kebenaran. “Bukan seperti Kain, yang berasal dari si jahat dan yang membunuh adiknya. Dan apakah sebabnya ia membunuhnya? Sebab segala perbuatannya jahat dan perbuatan adiknya benar” (1 Yoh 3:12).

Ketika kita mempersembahkan korban kepada Allah, Ia memandang kepada hati kita. Apakah kita percaya kepada Dia? Apakah kita berserah kepada jalan kebenaran yang dinyatakan oleh firman-Nya? Apakah kita memberikan pujian, ucapan syukur, melakukan perbuatan baik, atau bersaksi kepada orang lain, apakah kita melakukan semuanya itu dalam iman kepada Tuhan Yesus Kristus? “Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan nama-Nya. Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah” (Ibr 13:15-16). “Dan biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus Kristus berkenan kepada Allah” (1 Pet 2:5).

Allah Bapa di dalam Sorga, aku ingin menjadi penyembah dalam roh dan kebenaran. Aku bertobat dari segala korban yang aku persembahkan dengan motivasi pribadi. Aku ingin memberikan penyembahan kepada-Mu di dalam iman kepada Yesus Kristus, Tuhan-ku, Amin.
___    

21 October 2014

21 Oktober – Akibat Yang Luar Biasa Dari Hidup Oleh Iman

Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Sebab oleh imanlah telah diberikan kesaksian kepada nenek moyang kita. Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat. – Ibrani 11:1-3

Agar dapat hidup dalam kasih karunia, kita harus mau untuk berjalan dengan iman. Alkitab mencatat akibat yang luar biasa bagi mereka yang sungguh-sungguh mengandalkan Tuhan setiap hari sebagai langkah iman.

Pertama-tama, mari kita renungkan karakteristik dari iman. “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan.” Iman adalah keyakinan akan hal-hal yang baik yang akan Tuhan kerjakan. Ketika iman bertumbuh dalam janji-janji dan kehendak Allah, iman tersebut akan mewujudkan keyakinan akan penggenapan janji dan rencana Allah tersebut. Iman juga “bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” Iman adalah pengakuan akan hal-hal rohani yang tidak dapat dirasakan oleh indera jasmani manusia. Iman meyakinkan kita akan keberadaan Allah, malaikat-malaikatnya, akan Adam dan Hawa, iblis dan roh-roh jahat, surga dan neraka, para nabi dan rasul dari zaman dahulu kala.

Selanjutnya, mari kita lihat apa saja buah dari iman. “Sebab oleh imanlah telah diberikan kesaksian kepada nenek moyang kita.” Karena iman, orang-orang dari generasi yang lampau menjadi kesaksian dari persekutuan mereka dengan Allah. “Karena iman Habel… Karena iman Henokh… Karena iman, maka Nuh… Karena iman Abraham… Karena iman Sara… Karena iman maka Ishak… Karena iman maka Yakub… Karena iman maka Yusuf… Karena iman maka Musa… Karena iman maka Rahab, perempuan sundal itu… (dan banyak pahlawan iman lainnya)” (Ibr 11:4-32). Kesaksian mereka sangat beragam. Tetapi, hal yang menyatukan adalah kepercayaan mereka kepada Allah dan bagaimana nama Allah dimuliakan karenanya.

Berikutnya, mari kita renungkan beberapa pengertian rohani dari iman. “Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat.” Tuhan sudah membentuk hati manusia sehingga saat mereka melihat alam semesta akan membawa kepada keyakinan akan Allah sebagai Pencipta. “Sebab apa yang tidak nampak dari pada-Nya, yaitu kekuatan-Nya yang kekal dan keilahian-Nya, dapat nampak kepada pikiran dari karya-Nya sejak dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih” (Rom 1:20). Alkitab menjelaskan bagaimana Allah mencipta segala sesuatu yang dapat kita lihat. “Oleh firman TUHAN langit telah dijadikan, oleh nafas dari mulut-Nya segala tentaranya” (Mzm 33:6).

Allah Abraham, Ishak dan Yakub, Pencipta langit dan bumi, aku bersujud di hadapan Engkau dalam iman. Aku bersukacita untuk kepastian, keyakinan dan pengertian iman. Aku rindu untuk dapat menjadi saksi dari imanku kepada-Mu, untuk hormat dan kemuliaan-Mu, Amin.
___    

20 October 2014

20 Oktober – Kemenangan Atas Dunia Melalui Iman

Sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita. Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah? – 1 Yohanes 5:4-5

Musuh jiwa kita sangat ingin untuk menghancurkan hidup kita. “Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya” (1 Pet 5:8). Kita dapat menikmati perlindungan terhadap iblis melalui iman kita. “Lawanlah dia dengan iman yang teguh” (1 Pet 5:9). Ketika musuh tidak dapat mengalahkan kita dengan serangan langsung, ia tetap berniat untuk menjatuhkan kita, menggunakan celah dan godaan duniawi yang dikuasai oleh musuh. “seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat” (1 Yoh 5:19). Semua orang yang belum percaya ada di bawah pengaruh Iblis. Namun demikian, kita disediakan kemenangan setiap hari atas dunia ini melalui iman kita.

Satu-satunya kelompok orang yang dapat berjalan dalam kemenangan atas dunia adalah mereka yang sudah dilahirkan kembali, yaitu orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus. “Sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia.” Kita sangat membutuhkan kasih karunia kemenangan dari Tuhan, karena banyak jalan yang digunakan oleh Iblis untuk menyerang orang percaya. “Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia” (1 Yoh 2:16). Musuh rohani kita ingin menarik kita masuk ke dalam keduniawian yang diinginkan oleh daging kita, mata kita maupun kesombongan kita. Jalan menuju kemenangan hanya bisa dilalui dengan iman. “Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita.” Pada awalnya kita masuk ke dalam kemenangan Kristus melalui iman kita kepada Dia. “Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah.” Kita akan terus mengalami perlipatan kemenangan rohani melalui pengandalan kita kepada Allah dari hari kehari.

Yesus mengajarkan kebenaran ini ketika Ia melayani di bumi. “Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia” (Yoh 16:33). Adalah sebuah kepastian bahwa dunia ini akan menyebabkan kita mengalami banyak tantangan dan kesulitan. Satu-satunya pengharapan kita adalah Yesus Kristus. Dunia ini menentang Yesus dengan berbagaimacam cara. Tetapi tidak sekalipun Yesus Kristus menyerah kepada keadaan. Ia adalah pribadi yang bisa kita andalkan untuk hidup dalam kemenangan. “Kamu berasal dari Allah, anak-anakku, dan kamu telah mengalahkan nabi-nabi palsu itu; sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia” (1 Yoh 4:4).

Tuhan Yesus, dunia ini sudah banyak menyebabkan kesulitan dan godaan. Namun, Engkau adalah sang pemenang, jadi aku memandang Engkau agar aku juga dapat menjadi pemenang tiap-tiap hari. Betapa aku bersyukur karena di dalam aku ada Roh Kudus yang jauh lebih besar dari pada musuh-musuhku. Amin.
___    

Ayo Baca Alkitab: 20 Oktober - http://ayo-baca-alkitab.blogspot.com/2014/10/20-Okt.html

19 October 2014

19 Oktober – Perlindungan Terhadap Iblis Melalui Iman

Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Lawanlah dia dengan iman yang teguh. – 1 Petrus 5:8-9

Saat kita berjalan dengan iman, kasih karunia Allah dilimpahkan ke dalam hidup kita, memberikan kepada kita banyak berkat dari Allah. Kita sudah melihat bahwa diantara berkat-berkat tersebut adalah kepastian keselamatan dan jaminan keselamatan. “Semuanya itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal” (1 Yoh 5:13). “Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir” (1 Pet 1:5). Berkatian dengan berkat-berkat tersebut adalah perlindungan dari Iblis melalui iman.

Kehidupan orang kristen yang saleh melibatkan kepekaan rohani. “Sadarlah dan berjaga-jagalah!” Kepekaan yang Tuhan ingin bangun dalam hidup kita ini tidak membuat kehidupan kekristenan tanpa sukacita dan damai sejahtera. Namun hal  ini diwajibkan oleh karena adanya musuh. “Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling.” Kita memiliki lawan rohani yang sangat gigih dan mengintimidasi, dan ia sudah mengumpulkan bala tentara malaikat kegelapan yang sudah jatuh dan memberontak terhadap Allah. “Perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara” (Ef 6:12). Maksud dari musuh kita itu sangatlah berbahaya. Ia berjalan kian kemari “sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya.” Musuh kita tidak saja bermaksud untuk mengganggu atau menyiksa kita. Ia hendak menelan kita, menghancurkan hidup kita. Yesus menyebut hal tersebut dengan ungkapan lain. “Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan” (Yoh 10:10).

Walaupun lawan kita itu tidak kenal menyerah dan jahat, namun pertolongan kasih karunia Allah begitu sederhana. “Lawanlah dia.” Kita harus melawan dia. Kita harus berdiri menghadapi dia. Bagaimana caranya kita melakukan hal tersebut? Apakah kita harus melawan Iblis dengan kekuatan kita sendiri? Tidak mungkin! Kita dapat melawan iblis dengan “iman yang teguh.” Yang harus kita lakukan adalah tetap mengandalkan kebenaran firman Allah yang sudah menyatakan Kristus sebagai penakluk musuh kita. “Untuk inilah Anak Allah menyatakan diri-Nya, yaitu supaya Ia membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu” (1 Yoh 3:8). “Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka” (Kol 2:15). Dengan iman kita menolak musuh kita dan menyerahkan diri kita kepada Allah. Oleh karena itu Tuhan berjanji bahwa musuh-musuh kita akan lari. “Karena itu tunduklah kepada Allah, dan lawanlah Iblis, maka ia akan lari dari padamu!” (Yak 4:7).

Ya Allah maha kuasa, betapa aku bersukacita karena Engkau sudah mengalahkan iblis dan para pengikutnya. Betapa ajaib anugerah yang Engkau sediakan untuk melindungi aku dari si jahat, saat aku mengandalkan Engkau saja, Amin.
___    

18 October 2014

18 Oktober – Jaminan Keselamatan Melalui Iman

Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu. Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir. – 1 Petrus 1:3-5

Dalam renungan kita sebelumnya, kita belajar mengenai karya kasih karunia Allah yang luar biasa yang memberikan kepastian keselamatan kepada anak-anak-Nya melalui iman mereka. “Semuanya itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal” (1 Yoh 5:13). Hal ini berbicara perihal memiliki kepastian bahwa kita sudah diselamatkan. Karya lain dari kasih karunia Allah adalah jaminan keselamatan melalui iman. Hal ini berbicara mengenai kepastian bahwa kita akan senantiasa diselamatkan.

Alkitab menulis banyak pernyataan bahwa keselamatan kita akan senantiasa terjamin. Yesus berbicara mengenai jaminan tersebut bagi domba-domba-Nya. “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku” (Yoh 10:27-28). Paulus diilhami oleh Roh Kudus untuk menulis hal yang agung ini. “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rom 8:38-39). Betapa ajaib jaminan keselamatan yang kita miliki di dalam Kristus!

Namun, ayat yang lain memperingatkan kita: “Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus… namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat… Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu” (Ibr 6:4,6; 10:26).

Lalu bagaimana kita dapat memiliki jaminan keselamatan kekal? Kita harus berpaling kepada Allah dalam iman. Anak-anak Allah sudah diwariskan kekayaan keselamatan dalam kemuliaan: “Menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu.” Dan tiap-tiap hari, kita dipelihara oleh Allah dalam keselamatan, jika kita mengandalkan Tuhan: “Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir.” Jaminan keselamatan dapat kita miliki melalui iman kepada Yesus setiap hari sepanjang hidup kita.

Ya Tuhan Juru Selamatku, aku memuji Engkau karena jaminan keselamatan tersedia di dalam Kristus melalui iman. Dengan sukacita aku mengandalkan Engkau saja untuk menjaga aku setiap hari oleh kuasa-Mu, Amin.
___    

17 October 2014

17 Oktober – Kepastian Keselamatan Melalui Iman

Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam Anak-Nya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup. Semuanya itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal. – 1 Yohanes 5:11-13

Jika kita ingin bertumbuh di dalam kasih karunia, kita harus hidup dengan iman. “Karena itulah kebenaran berdasarkan iman supaya merupakan kasih karunia” (Rom 4:16). Iman kita harus bertumbuh dan menjadi dewasa, kita juga harus mengetahui bahwa iman berasal dari Yesus dan Firman-Nya. “Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan” (Ibr 12:2). “Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus” (Rom 10:17). Saat kita semakin mengenal Allah, kita juga semakin mengenal firman-Nya, iman kita akan bertumbuh. Saat iman kita bertumbuh, kita akan semakin mengalami kasih karunia Tuhan dalam hidup kita. Salah satu karya kasih karunia Tuhan adalah memberikan kepada kita kepastian keselamatan melalui iman.

Ada orang yang masih ragu apakah mereka sudah selamat. Ada pula yang berharap mereka sudah selamat. Yang lain berpikir bahwa mereka mungkin sudah selamat. Tuhan ingin agar umatnya tahu bahwa mereka sudah selamat. “Semuanya itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal.” Tentu, keselamatan, anugerah hidup yang kekal, diberikan kepada mereka “yang percaya kepada nama Anak Allah.” Ini artinya mereka harus percaya kepada pribadi Yesus dan apa yang sudah Ia kerjakan. Mereka percaya bahwa Ia adalah Allah Anak. Mereka percaya bahwa Ia mati di kayu salib, bangkit kembali dalam kemenangan atas dosa dan maut. Namun, banyak orang yang sudah masuk ke dalam keselamatan, tidak memiliki kepastian akan pemberian yang mulia ini.

Kepastian diberikan melalui renungan kesaksian Firman Tuhan yang setia dan yang benar. “Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam Anak-Nya.” Anugerah hidup kekal sudah diberikan oleh Allah. Namun, Bapa ingin agar kita ingat bahwa hidup yang kekal ini “ada di dalam Anak-Nya.” Hidup kekal bukanlah sebuah paket berkat yang diberikan secara terpisah dengan Yesus. Hidup yang Allah berikan kepada kita adalah melalui hubungan yang mengandalkan pribadi Yesus. Jika kita memiliki Yesus dalam hidup kita, kita memiliki hidup kekal yang ada di dalam Dia. “Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup.” Jika kita mengundang Yesus masuk ke dalam hidup kita, maka Ia akan tinggal di dalam kita. “Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah” (Yoh 1:12). Yesus memberikan kepastian keselamatan kepada kita melalui iman kepada Dia.

Tuhan Yesus, aku bersyukur Engkau masuk ke dalam hidupku ketika aku menerima Engkau dengan iman. Oleh karena itu, aku tahu bahwa aku memiliki hidup yang kekal, karena hidup itu ada di dalam Engkau. Terima kasih untuk kasih karunia yang memberikan kepastian melalui iman yang tulus kepada-Mu, Amin.
___    

16 October 2014

16 Oktober – Sumber Iman (4)

Ia yang duduk di atas takhta itu berkata: "Tuliskanlah, karena segala perkataan ini adalah tepat dan benar" … Lalu Ia berkata kepadaku: "Perkataan-perkataan ini tepat dan benar"… Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus” (Rom 10:17)

Yesus adalah saksi yang setia dan yang benar, yang memberikan kepada kita kebenaran yang sejati yang harus kita percayai supaya kita dapat menerima hidup dan hidup sesuai dengan yang Tuhan inginkan. “Yesus Kristus, Saksi yang setia… Saksi yang setia dan benar… Yang Setia dan Yang Benar” (Why 1:5; 3:14; 19:11). Saat kita melihat karakter-Nya yang setia dan benar, iman kepada Dia akan tumbuh dalam hati kita. Firman-Nya sangat penting dalam proses ini, karena firman-Nya juga memiliki karakter yang sama, yaitu benar dan dapat diandalkan. Tuliskanlah, karena segala perkataan ini adalah tepat dan benar.”

Ketika manusia dengan rendah hati menerima firman Tuhan, alkitab akan mengubah hidup mereka. Dengan cara inilah kita menjadi orang percaya: Karena kamu telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal. Sebab: "Semua yang hidup adalah seperti rumput dan segala kemuliaannya seperti bunga rumput, rumput menjadi kering, dan bunga gugur, tetapi firman Tuhan tetap untuk selama-lamanya." Inilah firman yang disampaikan Injil kepada kamu” (1 Pet 1:23-25). Kita dilahirkan kembali menjadi anggota keluarga Allah ketika firman Tuhan yang sempurna, yang hidup dan yang kekal, ditabur seperti benih di dalam hati kita. Hal ini terjadi ketika kita mendengar injil. Kita percaya kepada kabar baik Yesus Kristus, dan benih injil ini tumbuh di dalam hati kita sehingga kita memperoleh hidup yang kekal.

Setelah dilahirkan kembali oleh kasih karunia melalui iman kepada Kristus, Tuhan merancangkan kita untuk terus hidup dalam firman-Nya, seperti yang dilakukan oleh jemaat di Tesalonika. “Dan karena itulah kami tidak putus-putusnya mengucap syukur juga kepada Allah, sebab kamu telah menerima firman Allah yang kami beritakan itu, bukan sebagai perkataan manusia, tetapi--dan memang sungguh-sungguh demikian--sebagai firman Allah, yang bekerja juga di dalam kamu yang percaya” (1 Tes 2:13). Orang-orang percaya di Tesalonika menyambut firman Tuhan ke dalam hati mereka. Mereka tahu bahwa ini bukanlah pesan manusia biasa, melainkan dari Tuhan sendiri. Mereka sangat bergairah untuk mendengarnya dan mengandalkan kebenaran-kebenaran yang menopang hidup mereka. Oleh karena itu, firman tersebut sangat mempengaruhi hati mereka karena mereka mempercayai kebenaran yang mereka dengar. “Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” Sejak awal dan untuk seterusnya, iman timbul dari pendengaran akan firman Tuhan, dan iman ini adalah jalan masuk kepada kasih karunia.

Ya Tuhan, seperti Engkau yang setia dan benar, demikian juga firman-Mu dapat diandalkan dan benar. Aku sudah memulai hidup baru lewat iman yang timbul dari mendengar injil. Aku juga tahu bahwa aku hanya bisa tumbuh dalam iman ketika aku dengan rendah hati menerima firman-Mu setiap hari dalam hidupku. Aku rindu untuk hidup oleh iman supaya aku dapat bertumbuh dalam kasih karunia-Mu, Amin.
___    

15 October 2014

15 Oktober – Sumber Iman (3)

Yesus Kristus, Saksi yang setia… Saksi yang setia dan benar… Yang Setia dan Yang Benar. – Wahyu 1:5; 3:14; 19:11

Iman datang ke dalam hidup kita melalui karya Yesus Kristus: “Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan” (Ibr 12:2). Ketika nama Tuhan disingkapkan kepada kita, yaitu ketika kita mengenal siapa Yesus dan apa yang Ia sanggup lakukan, maka iman akan timbul dalam hati kita. “Dan karena kepercayaan dalam Nama Yesus, maka Nama itu telah menguatkan orang yang kamu lihat dan kamu kenal ini; dan kepercayaan itu telah memberi kesembuhan kepada orang ini di depan kamu semua” (Kis 3:16). Kita dapat memiliki gambaran tentang betapa besarnya Dia, jadi kita mengandalkan Dia untuk melakukan karya yang besar. Oleh karena itu, iman hadir dalam pengalaman rohani kita bersama dengan Dia. Ayat renungan kita hari ini berhubungan dengan pertumbuhan iman, yang ditunjukkan lewat penggambaran Yesus sebagai pribadi yang setia dan benar.

Ia adalah saksi yang dapat kita andalkan, Ia memberitakan kebenaran kepada kita: “Yesus Kristus, Saksi yang setia… Saksi yang setia dan benar… Yang Setia dan Yang Benar.” Seorang saksi dapat memberikan laporan dari apa yang Ia lihat, dengar atau alami. Yesus adalah saksi yang benar dari semua hal yang Ia ketahui dan dari semua hal yang perlu kita ketahui. Ia memberitakan tentang kerajaan sorga. “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga” (Mat 18:3). Ia juga memperingatkan kita akan hukuman neraka. “Demikianlah juga pada akhir zaman: Malaikat-malaikat akan datang memisahkan orang jahat dari orang benar, lalu mencampakkan orang jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi” (Mat 13:49-50).

Ia juga memberitahu kita mengenai Allah Bapa. “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya” (Mat 7:11). Ia memperingatkan kita terhadap “bapa pendusta.” “Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta” (Yoh 8:44). Ia mengajarkan kepada kita apa itu hidup yang sesungguhnya. “Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Yoh 17:3). Kita memiliki iman kepada Dia dan apa yang Ia saksikan, karena ia adalah “Saksi yang setia dan benar.”

Tuhan Yesus, aku bersyukur karena Engkau adalah saksi yang dapat dipercaya. Aku percaya kepada-Mu karena Engkau setia dan benar. Kesaksian-Mu yang dapat diandalkan sudah menyelamatkan aku dari neraka, dan sekarang menuju ke sorga. Engkau melindungi aku dari bapa segala dusta dan menjadikan aku anak dari Bapa di Sorga. Kesaksian-Mu telah memberikan hidup yang kekal kepadaku. Aku memuji Engkau dengan ucapan syukur yang tak putus-putus-nya, Amin.
___