Saudara-saudaraku yang kekasih, sementara aku
bersungguh-sungguh berusaha menulis kepada kamu tentang keselamatan kita
bersama, aku merasa terdorong untuk menulis ini kepada kamu dan menasihati
kamu, supaya kamu tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang telah
disampaikan kepada orang-orang kudus. Sebab ternyata ada orang tertentu yang
telah masuk menyelusup di tengah-tengah kamu, yaitu orang-orang yang telah lama
ditentukan untuk dihukum. Mereka adalah orang-orang yang fasik, yang
menyalahgunakan kasih karunia Allah kita untuk melampiaskan hawa nafsu mereka,
dan yang menyangkal satu-satunya Penguasa dan Tuhan kita, Yesus Kristus. –
Yudas 1:3-4
Sejak masa gereja mula-mula, selalu ada ancaman dari mereka
yang ingin menyimpangkan kasih karunia Allah. Penyimpangan ini selalu
berhubungan dengan imoralitas dan legalisme.
Rasul Yudas memperingatkan masalah ini dalam suratnya. Ia
mengajak orang Kristen untuk berjuang membela integritas Firman Tuhan. “Aku
merasa terdorong untuk menulis ini kepada kamu dan menasihati kamu, supaya kamu
tetap berjuang untuk mempertahankan iman.” Perjuangan ini sangat penting karena
banyak orang agamawi yang berusaha mengubah kasih karunia, mereka bekerja
dengan diam-diam di dalam gereja. “Sebab ternyata ada orang tertentu yang telah
masuk menyelusup di tengah-tengah kamu… orang-orang yang fasik, yang
menyalahgunakan kasih karunia Allah kita untuk melampiaskan hawa nafsu mereka.”
Mereka berusaha mengubah pesan kasih karunia Allah menjadi surat izin untuk
berdosa. Kasih karunia adalah cara Allah untuk mengampuni dosa manusia dan
mengubah orang berdosa tersebut supaya ia mampu untuk hidup semakin lama
semakin menjauhi dosa. Kasih karunia bukan berarti Allah mengizinkan kita untuk
merancangkan dan mengikuti keinginan daging kita.
Topik ini juga timbul dalam kitab Roma, saat ada orang-orang
yang berpikir hal yang serupa. Mereka mulai dengan kebenaran yang mulia. “Tetapi
hukum Taurat ditambahkan, supaya pelanggaran menjadi semakin banyak; dan di
mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah”
(Roma 5:20). Betapa luar biasa! Tidak peduli seberapa besar dan seberapa dalam
dosa kita, kasih karunia Allah untuk pengampunan dan perubahan jauh lebih besar
lagi. Namun betapa mengerikan ketika seseorang berpikir bahwa lebih baik untuk hidup
dalam dosa karena dengan demikian akan menghasilkan kasih karunia yang lebih
besar lagi. “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita
bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu?” (Roma 6:1). Jawaba
Paulus tegas sekali: “Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa,
bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?” (Roma 6:2). Kasih karunia
tidak pernah menjadi alasan untuk berbuat dosa.
Dalam surat Galatia, Paulus membahas penyimpangan kasih
karunia yang sebaliknya, yaitu legalisme. “Aku heran, bahwa kamu begitu lekas
berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu,
dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang
yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus”
(Galatia 1:6-7). Dalam jemaat Galatia ada pihak-pihak ingin menambahkan
peraturan-peraturan kepada injil kasih karunia Allah. Mereka mengubah kasih
karunia menjadi usaha manusia. Paulus mengatakan bahwa hal tersebut
memutarbalikan Injil. Baik imoralitas maupun legalisme, keduanya menyimpangkan
kasih karunia Allah.
Ya Allah yang maha pemurah, aku mohon ampun jika seringkali
aku membuat kasih karunia sebagai alasan untuk melakukan dosa, aku juga sering menambahkan
kasih karunia dengan usahaku sendiri. Terima kasih Tuhan kasih karunia-Mu yang
mengampuni dan memulihkan aku. Berikan kepada aku kepekaan untuk
sungguh-sungguh berjuang demi kasih karunia yang sejati. Di dalam nama Tuhan
Yesus Kristus, amin.
___
No comments:
Post a Comment